BAB II



There is document - BAB II available here for reading and downloading. Use the download button below or simple online reader.
The file extension - PDF and ranks to the Documents category.


314

views

on

Extension: DOCX

Category:

Documents

Pages: 1

Download: 46



Sharing files


Tags
Related

Comments
Log in to leave a message!

Description
Download BAB II
Transcripts
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya Bronchitis kronik, emfisema paru dan asma bronchial membentuk kesatuan yang disebut PPOK Agaknya ada hubungan etiologi dan sekuensial antara bronchitis kronis dan emfisema, tetapi tampaknya tidak ada hubungan antara penyakit itu dengan asma Hubungan ini nyata sekali sehubungan dengan etiologi, pathogenesis dan pengobatan1-2 PPOK adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas, batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002) Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya Menurut Carpenito (1999) COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh2-3 11 Klasifikasi COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 2 1 Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi 2 Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial 3 Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus 12 Etiologi Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD adalah :2-4 1 Kebiasaan merokok Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD Secara pisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukaos bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan a Riwayat Perokok : 1 Perokok Aktif 2 Perokok Pasif 3 Bekas Perokok b Derajat berat merokok ( Indeks Brinkman= Jumlah rata-2 batang rokok/hr X lama merokok/th): 1 Ringan : 0 - 200 2 Sedang : 200 - 600 3 Berat : > 600 2 Polusi udara Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon a Polusi di dalam ruangan : - asap rokok - asap kompor b Polusi di luar ruangan :- Gas buang kendaranan bermotor - Debu jalanan c Polusi tempat kerja ( bahan kimia, zat iritasi, gas beracun) 3 Riwayat infeksi saluran nafas Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis koronis hamper selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah Ekserbasi bronchitis koronis disangkal paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudaian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri 4 Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin 13 Patogenesis & Patofisiologi PPOK 2,5 Inhalasi bahan berbahaya Inflamasi Mekanisme perbaikan Mekanisme perlindungan Kerusakan jaringan Hipersekresi mukus Bronkitis kronis Penyempitan saluran nafas & fibrosis Destruksi Parenkim Paru Emfisema Oksidative strees oksidan Anti oksidan 14 Tanda dan gejala 6 Berdasarkan Brunner & Suddarth adalah sebagai berikut : 1 Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin 2 Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak 3 Dispnea 4 Nafas pendek dan cepat (Takipnea) 5 Anoreksia 6 Penurunan berat badan dan kelemahan 7 Takikardia, berkeringat 8 Hipoksia, sesak dalam dada 15 Pemeriksaan Diagnostik 1,5 1 Anamnesa - Umumnya dijumpai pada usia tua ( > 45 th ) - Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK - Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja ( waktu lama ) - Riwayat penyakit emfisema pada keluarga - Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak ( BBLR, infeksi nafas berulang, lingkungan asap rokok ) - Batuk berulang dengan / tanpa dahak - Sesak dengan / tanpa bunyi mengi - Sesak nafas bila aktivitas berat 2 Pemeriksaan fisik : · Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat) · Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada · Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang · Suara nafas berkurang 3 Pemeriksaan radiologi · Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah · Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal 4 Tes fungsi paru ( spirometri ) : Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator 5 Pemeriksaan gas darah (BGA) 6 Pemeriksaan EKG 7 Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih 16 Penatalaksanaan 5 1 Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara 2 Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan : · Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi : · Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H Influenza dan S Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari · Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H Influenza dan B Catarhalis yang memproduksi B Laktamase Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat · Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2 3 Terapi jangka panjang dilakukan dengan : · Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut · Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi faal paru 3 golongan bronkodilator : · agonis β-2 : fenopterol (berotec), salbutamol, albuterol, terbutalis,fomoterol,salmeterol · antikolinergik : ipatropium bromid(atrovent), oksitropium bromid · metilxantin : teofilin lepasa lambat, bila kombinasi β-2 dan steroid belum memuaskan Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi · Fisioterapi · Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik · Mukolitik (ambroxol, karbosistein, gliserol iodida) dan ekspekteron · Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2 · Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan 2 HIPERTENSI Suatu tingkat tekanan darah dimana pemeriksaan dan terapi untuk menurunkannya akan berefek lebih baik7 Tingginya tekanan sistolik dan diastolik berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskuler ( PKV) dan penyakit ginjal kronik ( PGK) JNC 7 melaporkan bahwa8 1 Pada usia lebih dari 50 tahun , tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg lebih merupakan faktor risiko PKV dari pada tekanan diastolik 2 Risiko PKV semakin meningkat pada tekanan diatas 115/75 mmHg, dan meningkat dua kalinya dengan setiap peningkatan 20/10mmHg 3 Penderita dengan tekanan 120-139 dan tekanan diastolik 80-89 mmHg dianggap sebagai prehipertensi dan harus mendapatkan modifikasi gaya hidup untuk mencegah PKV 4 Thiazid ( dengan Atau tanpa obat lain) seharusnya digunakan pada setiap penderita hipertensi tanpa komplikasi 5 Kebanyakan penderita hipertensi akan membutuhkan obat antihipertensi lebih dari dua jenis 6 Tekanan darah lebih dari 20/10 mmHg di atas target harus mendapat tambahan terapi 2 jenis obat yang salah satunya adalah tiazid 21 Klasifikasi JNC 7 melaporkan klasifikasi hipertensi yang berbeda dengan JNC VI yaitu : Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi Tekanan Sistolik mmHg Tekanan Diastolik mmHg Normal < 120 < 80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2 140-159 ≥160 90-99 ≥100 Adanya hubungan antara berbagai tingkat tekanan darah dan risiko PKV menyebabkan berbagai macam klasifikasi hipertensi WHO / ISH tetap mempertahankan klasifikasi tahun 1999 ( tabel 2) dengan menekankan bahwa level dimana disebut hipertensi tidaklah suatu titik yang kaku Level tersebut dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari level tersebut sesuai dengan risiko PKV dari masing-masing individu Sebagai contoh , tekanan normal tinggi dapat dianggap hipertensi pada penderita dengan risiko tinggi dan sebaliknya dianggap normal pada penderita dengan risiko rendah Tabel 2 Stratifikasi dan klasifikasi Hipertensi Faktor risiko dan riwayat penyakit Normal Sistolik 120-129 Diastolik 80-84 Normal tinggi Sistolik 130-139 Diastolik 85-89 Grade 1 Sistolik 140-159 Diastolik 100-109 Grade 2 Sistolik 160-179 Diastolik 100-109 Grade 3 Sistolik ≥180 Diastolik ≥ 110 Tanpa Faktor risiko Risiko rata-rata Risiko rata-rata Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi Faktor risiko 1-2 Risiko rendah Risiko rendah Risiko sedang Risiko sedang Risiko sangat tinggi Faktor Risiko ≥3 atau TOD arau diabetes Risiko sedang Risiko tinggi Risiko tinggi Risiko tinggi Risiko sangat tinggi Penyakit penyerta Risiko tinggi Risiko sangat tinggi Risiko sangat tinggi Risiko sangat tinggi Risiko sangat tinggi NB : TOD: kerusakan target organ Faktor Risiko Kardiovaskuler · Tekanan sistolik dan diastolik · Pria > 55 tahun · Wanita > 65 tahun · Merokok · Dislipidemia · Riwayat keluarga kejadian penyakit jantung prematur · Obesitas sentral · Creactive protein ≥ 1mg/dl Komplikasi target Organ ( TOD) · Hipertrofi ventrikel kiri · Penebalan dinding arteri atau plag aterosklerosis · Creatinin : pria > 1,3-1,5 mg/dl Wanita > 1,2-1,4mg/dl · Mikroalbuminuria : 30-300mg/24jam Albumin creatinin ratio : pria ≥ 22, wanita ≥ 31mg/g Penyakit Penyerta Penyakit serebrovaskular Penyakit jantung : infark miokard Angina Revaskularisasi koroner Gagal jantung kongestif Penyakit ginjal : nefropati diabetik Gagal ginjal ProteinurIA Penyakit Vaskular perifer Retinopati lanjut : perdarahan, eksudat dan papiludema 22 Diagnosis Langkah diagnosis diambil untuk mengetahui : 7 1 Tingkat tekanan darah yang tetap 2 Mengidentifikasi hipertensi sekunder 3 Mengevaluasi faktor risiko lainnya, kerusakan target organ dan penyakit penyerta Langkah- langkah pemeriksaan meliputi : 1 Pengukuran tekanan darah berulang Tekanan darah mengalami variasi yang besar baik dalam sehari maupuin di antara hari yang berbeda sehingga pengukuran tekanan darah harus dilakukan beberapakali pada keadaan yang berbeda Jika tekanan darah hanya meningkat ringan maka pengukuran diulang selama beberapa bulan Jika tekanan darah sangat meningkat dengan kerusakan target organ dan risiko PKV maka tekanan darah diulang dalam beberapa hari atau minggu 7 JNC 7 menyebutkan bahwa diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan rata-rata dari 2 atau lebih pengukuran posisi duduk pada setiap 2 atau lebih kunjungan8 Pengukuran dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan sendiri di rumah dan pemeriksaan ambulatory 24 jam dengan ambang hipertensi yang berbeda Tabel 3 Ambang tekanan darah pada berbagai pengukuran7,8 Tekanan sistolik Tekanan Diastolik Pengukuran di klinik Pengukuran ambulatory 24 jam Pengukuran di rumah 140 90 125 80 135 85 2 Riwayat penyakit 7,8 Riwayat penyakit yang seharusnya dicari adalah : · Lama dan level tekanan darah sebelumnya · Gejala yang mengarah pada hipertensi sekunder dan obat yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah · Gaya hidup seperti diet lemak hewani, garam dan alkohol, merokok, aktifitas fisik dan penambahan berat badan sejak awal usia dewasa · Riwayat penyakit dahulu : penyakit jantung koroner, gagal jantung, diabetes melitus, gout, dislipidemi, bronkospasme, atau penyakit lainnya dan obat yang dipakai · Terapi antihipertensi sebelumnya · Riwayat pribadi, keluarga dan lingkungan 3 Pemeriksaan fisik Pengukuran tekanan darah juga dilakukan pada lengan kontralateral 8 Pemeriksaan fisik harus mencari adanya tanda kerusakan target organ, faktor risiko ( obesitas sentral) dan kemungkinan penyebab hipertensi sekunder yaitu : Tanda hipertensi sekunder : 7,8 · Tanda sindroma Cushing · Stigmata kulit neurofibromatosis ( feokromositoma) · Palpasi pembesaran Ginjal ( ginjal polikistik) · Murmur abdomen ( hipertensi renovaskular) · Murmur precordial ( Koartasio aorta) · Tekanan darah femoral yang berkurang dan denyut yang terlambat dan mengurang ( koartasio aorta) Tanda kerusakan organ : 7,8 · Otak : murmur di arteri leher, defek motorik dan sensorik · Kelainan funduskopi · Jantung : tanda pembesaran jantung, irama jantung, gallop, ronki basah, dan udem · Arteri perifer : pulsasi yang hilang, berkurang atau asimetri, ekstremitas dingin dan lesi kulit iskemi 4 Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan rutin meliputi : Gula darah, Kolesterol total, HDL, TGA puasa, asam urat, creatinin serum, Kalium serum, Hemoglobin dan hematokrit, urinalisis, dan elektrokardiogram Pemeriksaan yang direkomendasikan : Ekokardiografi, USG karotis, C-reactive Protein, Mikroalbuminuria, proteinuria kwantitatif, funduskopi Pemeriksaan lebih lanjut : · Hipertensi komplikasi: pemeriksaan fungsi otak, jantung dan ginjal · Pemeriksaan hipertensi sekunder : pemeriksaan renin, aldosterone, kortikosteroid, katekolamin, arteriografi, USG ginjal dan adrenal, MRI otak 23 Terapi Pedoman untuk memulai terapi anti hipertensi berdasarkan dua kriteria yaitu : 1 Total risiko kardiovaskuler 2 Level tekanan sistolik dan diastolik Rekomendasi terapi WHO/ISH tidak lagi terbatas pada hipertensi stage 1 dan 2 tetapi juga penderita dengan tekanan darah normal tinggi Bukti- bukti penelitian menunjukkan bahwa penderita dengan tekanan darah < 140/90 dengan riwayat stroke, TIA , jika tidak diterapi memiliki insiden kejadian Kardiovaskular 17% dalam 4 tahun, dan risiko turun 24%dengan penurunan tekanan darah ( PROGRESS Study), demikian juga pada HOPE study terhadap penderita normotensi dengan risiko koroner tinggi Pemberian terapi pada penderita dengan tekanan darah normal tinggi terbatas pada penderita dengan risiko tinggi sedangkan penderita dengan risiko sedang dan rendah hanya dilakukan pengawasan ketat dan perubahan gaya hidup Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan efektifitas obat antihipertensi dan menurunkan risiko kardiovaskular Sebagai contoh, perencanaan diet natrium 1600 mg mempunyai efek yang sama dengan pemberian terapi 1 macam obat Tabel 4 Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi 8 Modifikasi Rekomendasi Perkiraan Penurunan Tekanan darah sistolik - Penurunan BB Pertahankan BMI 18,5-24,9 5-20 mmHg/ 10 kg - Perencanaan pola makan Konsumsi kaya buah, sayur dan rendah lemak 8-14 mmHg - Diet rendah Natrium Diet Natrium tidak lebih dari 2,4 g Na atau 6 g NaCl 2-8 mmHg - Aktivitas Fisik Aktifitas aerobik minimal 30 menit sehari 4-9 mmHg - Konsumsi alkohol sedang Konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 gelas sehari 2-4 mmHg Terapi Farmakologi Bukti-bukti penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah dengan obat Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, angiotensin receptor blockers (ARBs), β blocker, calcium chanel blocker dan thiazhide akan mengurangi semua komplikasi hipertensi8,9 Thiazide , berdasarkan hasil beberapa penelitian , merupakan dasar dari terapi hipertensiDiuretik merupakan terapi hipertensi yang dapat mencegah komplikasi kardiovaskuler yang tak tertandingi Diuretik dapat meningkatkan efektivitas antihipertensi dari berbagai jenis obat, dan bermanfaat dalam mencapai target tekanan darah dan lebih baik dari golongan antihipertensi lain Thiazide seharusnya digunakan sebagai terapi awal bagi sebagian besar pasien hipertensi, baik tunggal maupun kombinasi dengan obat lain Target Terapi Target penurunan tekanan darah adalah kurang 140/90mmHg yang dapat menurunkan komplikasi penyakit jantung7 Pada penderita hipertensi dengan diabetes dan penyakit ginjal maka targetnya adalh kurang dari 130/80mmHg Pada lanjut usia penurunan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg sulit dicapai 1,2 Bila proteinuria 1g/hari maka targetnya adalah 125/75mmHg8,9 Strategi Terapi Pada kebanyakan pasien, terapi dimulai bertahap, dan target tekanan darah dicapai dalambeberapa mingguUntuk mencapai target tekanan darah, tidak jarang diperlukan kombinasi dengan beberapa obat Pada Hipertensi Stage 1, terpi dimulai dengan monoterapi Penelitian ALLHAT, yang merekrut stage 1 dan 2 menunjukkan bahwa 60% penderita tetap menggunakan monoterapiPenelitian HOT pada Hipertensi stage 2 dan 3 menunjukkan hanya 25-40% penderita yang tetap monoterapi Pada penderita diabetes, kebanyakan penderita memerlukan sekurang-kurangnya 2 obat7-9 Berdasarkan tingkat tekanan darah awal dan ada atau tidaknya komplikasi, tampaknya baik monoterapi maupun kombinasi cukup beralasan Keuntungan menggunakan monoterapi adalah bila penderita ternyata tidak toleran dengan obat pertama maka dapat segera diketahui dan diganti obat lain Sedangkan keuntungan terapi kombinasi adalah lebih besar kemungkinan mengontrol tekanan darah dan komplikasi, masing-masing obat dapat diberi dengan dosis kecil sehingga efek samping minimal8 Kombinasi obat yang direkomendasikan adalah : 8,9 · Diuretik dan β blocker · Diuretik dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonist · Calcium antagonist dan diuretik · Calcium antagonist dan B Blocker · Calcium antagonis dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonis · α blocker dan β blocker · Kombinasi lain : obat efek sentral demham ACE inhibitor dan angiotensin receptor antagonist 3 ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK  Anemia adalah suatu keadaan yang menggambarkan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai standar normal sesuai umur dan jenis kelamin Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital) Penyebab anemia Hipokromik Mikrositer (MCV rendah, < 80)10 1 Defisiensi besi 2 Thalasemia 3 Penyakit kronik 4 Anemia sideroblastik           Etiologi dari anemia ini dimungkinkan karena proses infeksi atau karena defisiensi besi Anemia pada penyakit infeksi baik infeksi kronik maupun infeksi akut patogenesisnya belum bisa dijelaskan Menurut Karl (1969) terjadi pemendekan masa hidup eritrosit segera setelah timbul panas Pakarek dan Beisel (1971) mengatakn bahwa terdapat agen humoral dari lekosit dan makrofag yang merupakan mediator lekosit endogen yang mengakibatkan pengambilan besi oleh hati bertambah10           Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi masih merupakan masalah gizi yang penting, terdapat riwayat intake makanan yang kurang pada penderita  yang biasanya diikuti defisiensi mikronutrien termasuk zat besi Untuk menegakkan diagnosa anemia defisiensi besi diusulkan pemeriksaan SI dan TIBC Pengelolaan anemia defisiensi besi memerlukan:10 1         Diagnosis yang tepat 2         Pencarian etiologi yang melatarbelakangi 3         Suplementasi besi Hampir seluruh anemia defsiensi besi berespon baik terhadap pemberian preparat besi oral Sebagian besar penelitian klinis mengemukakan bahwa abnormalitas pada kemampuan untuk menerima dan mengolah zat besi pada anemia defisiensi besi dapat dikembalikan dengan suplementasi besi Suplementasi besi tidak hanya mempengaruhi profil darah namun bermanfaat pada pengembangan psikomotor Konseling nutrisi merupakan hal penting, karena anemia defisiensi besi pada anak lebih sering disebabkan karena intake yang kurang daripada karena kehilangan darah Kunci sukses manajemen anemia defisiensi adalah pengelolaan nutrisi10 4 OSTEOPOROSIS Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degenerative dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskuloskeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia11 41Klasifikasi Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :11 1 Osteoporosis primer (involusional) : osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya 2 Osteoporosis sekunder : osteoporosis yang diketahui penyebabnya Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi lagi osteoporosis sekunder menjadi 2, yaitu : a Tipe I : disebut juga osteoporosis pasca menopause yang disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause b Tipe II : disebut juga osteoporosis senilis yaitu osteoporosis yang umumnya disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis 42Faktor Risiko Osteoporosis Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial Umur dan densitas tulang merupakan faktor resiko osteoporosis yang berhubungan erat dengan risiko terjadinya fraktur osteoporotik 11,12 1 Umur : merupakan salah satu faktor risiko yang terpenting yang tidak tergantung pada densitas tulang Setiap peningkatan umur 1 dekade berhubungan dengan peningkatan resiko 1,4-1,8 2 Genetik : Etnis /ras(kaukasia dan oriental > kulit hitam dan olinesia), riwayat keluarga 3 Gender : perempuan lebih banyak daripada laki-laki 4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pencapaian puncak massa tulang : sindrom Klinefelter, sindrom Turner, terapi glukokortikoid jangka panjang dan dosis tinggi, hipertiroidisme atau defisiensi hormone pertumbuhan (estrogen, androgen), pubertas terlambat 5 Obat-obatan : kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin 6 Defisiensi kalsium dan vitamin D 7 Defisiensi protein dan vitamin K 8 Merokok dan konsumsi alkohol berlebihan 9 Sifat fisik tulang : densitas (massa), ukuran dan geometri, mikroarsitektur, komposisi 43 Patogenesis Osteoporosis pasca menopause11 Osteoporosis pada usia lanjut11 44 Diagnosis Osteoporosis Anamnesis15 1 Riwayat fraktur akibat trauma minimal, penurunan tinggi badan atau peningkatan kifosis torakal 2 Penyakit-penyakit yang dapat menjadi faktor predisposisi osteoporosis : a Penyakit endokrin, misalnya sindroma Cushing, diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit Adison, hiperparatiroidisme, hipogonadisme, menopause dini atau operasi ovarium yang menyebabkan menopause dini b Penyakit ginjal, misalnya gagal ginjal, riwayat transplantasi ginjal, riwayat urolitiasis c Penyakit hati, misalnya sirosis bilier primer, transplantasi hati d Kemungkinan defisiensi vitamin D, terutama pada orang-orang yang jarang terpajan sinar matahari e Penyakit hematologi, misalnya myeloma multiple, anemia sideroblastik, talasemia f Penyakit saraf, dalam hal ini berbagai obat anti epileptic, seperti dilantin dan fenobarbital, ternyata dapat menurunkan densitas massa tulang g Penyakit gastrointestinal, misalnya sindrom malabsorpsi, penyakit kolon inflamatif, reseksi usus h Penyakit reumatik, misalnya arthritis rheumatoid, spondilitis ankilosa, penyakit Reiter 3 Riwayat penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan osteoporosis, seperti kortikosteroid, obat anti epileptic, siklosporin, litium, dsb 4 Riwayat haid, termasuk umur menarche dan menopause, keteraturan haid, riwayat kehamilan 5 Anamnesis gizi, terutama untuk menilai asupan kalsium 6 Kebiasaan-kebiasaan buruk yang dapat menjadi faktor risiko osteoporosis, seperti merokok, minum alcohol, kurang olahraga 7 Riwayat terjatuh 8 Riwayat kelainan payudara, genitalia dan penyakit vaskuler yang mungkin akan mempengaruhi keputusan pemberian terapi pengganti hormonal 9 Gejala pada usia lanjut bervariasi, beberapa tidak menunjukkan gejala, yang lain seringkali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung, yang seringkali akibat fraktur kompresi dari satu atau lebih vertebra Pemeriksaan Klinik12 1 Tulang vertebra harus diperiksa dengan seksama, terutama untuk mencari deformitas (kifosis), nyeri dan tanda-tanda fraktur bila mungkin 2 Tinggi badan harus diperiksa, apakah ada penurunan tinggi atau tidak 3 Beberapa penyakit yang didapat dari anamnesis harus dibuktikan pada pemeriksaan fisik 4 Mencari kelainan payudara dan penyakit vaskuler Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor didalam serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin dan bila perlu hormone paratiroid dan vitamin D Gambaran radiologik khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen Hal ini akan tampak apada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra11 Pemeriksaan densitometri tulang merupakan pemeriksaan untuk menilai densitas massa tulang sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, prediksi fraktur dan diagnosis osteoporosis, antara lain diindikasikan untuk :11,12 1 Wanita postmenopause dengan 2 atau lebih faktor resiko Misalnya denga riwayat keluarga osteoporosis, masukan kalsium rendah, fraktur pada orang dewasa degan trauma minimal, osteopenia pada radiografi konvensional, kontraindikasi atau intoleran terhadap terapi estrogen, umur lebih dari 65 tahun, pengguna alcohol 2 Wanita premenopause dengan risiko tinggi, misalnya hipomenore atau amenore, menopause akibat pembedahan atau anoreksia nervosa dengan tujuan unuk evaluasi pengobatan 3 Pada penderita yang menerima terapi glukokortikoid jangka panjang 4 Imobilisasi lama (lebih dari 1 bulan) Untuk mendiagnosis osteoporosis, digunakan nilai T-score, yaitu nilai standar deviasi densitas massa tulang penderita dibandingkan dengan densitas massa tulang rata-rata populasi muda, yaitu populasi pada waktu nilai puncak massa tulang tercapai (20-30 tahun) Berdasarkan Kriteria Kelompok Kerja WHO, maka diagnosis osteoporosis ditegakkan dengan kriteria berikut:12 · Normal, bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score) · Osteopenia, bila densitas massa tulang di antara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score · Osteoporosis, bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang · Osteoporosis berat, yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur 45 Penatalaksanaan Edukasi dan pencegahan :11,12 1 Melakukan aktifitas fisik teratur untuk memelihara kekuatan, kelenturan dan koordinasi system neuromuscular serta kebugaran, sehingga data menurunkan resiko jatuh, antara lain berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda maupun berenang Pada pasien yang belum osteoporosis latihan pembebanan pada tulang, namun pada pasien osteoporosis latihan tanpa beban bertahap sampai beban yang adekuat Selain itu alat bantu (ortosis) misalnya korset lumbal untuk penderita yang mengalami fraktur korpus vertebra, alat bantu jalan, dll 2 Menjaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun suplementasi 3 Menghindari merokok dan minum alcohol 4 Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap menopause awal pada wanita 5 Mengenali berbagai obat dan penyakit yang menimbulkan osteoporosis 6 Menghindari mengangkat barang berat 7 Menghindari berbagai hal yang menyebabkan penderita terjatuh, misalnya lantai licin, obat-obatan sedative (Reserpina, turunan fenothiazina, antihistamin, meprobamat, barbiturat) dan obat anti hipertensi yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik 8 Menghindari defisiensi vitamin D 9 Menghindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal Secara teoritis, osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklast (anti resorptif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblast (stimulator tulang) Walaupun demikian, saat ini obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorptif (estrogen, anti estrogen, bifosfonat dan kalsitonin)Sedangkan yang termasuk stimulator tulang adalah Na-fluorida, PTH, dll Kalsium dan vitamin D tidak mempunyai efek anti resorptif maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi osteoid setelah proses formasi oleh osteoblast Kekurangan kalsium akan menyebabkan peningkatan produksi PTH (hiperparatiroidisme sekunder) yang dapat menyebabkan pengobatan osteoporosis menjadi tidak efektif 11 Medikamentosa12 1 Estrogen Estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostasis tulang yang pentingEstrogen memiliki efek langsung dan tak langsung pada tulang Efek tak langsung meliputi estrogen terhadap tulang berhubungan dengan homeostasis kalsium yang meliputi regulasi absorpsi kalsium di usus, modulasi 1,25 (OH)2 D, ekskresi Ca di ginjal dan sekresi hormone paratiroid (PTH) Preparat yang digunakan antara lain : estrogen terkonjugasi 0,625 mg/hari, 17 β-estradiol oral 1-2 mg/hari, 17 β-estradiol transdermal 50 mg/hari, 17 β-estradiol perkutan 1,5 mg/hari dan 17 β-estradiol subkutan 25-50 mg setiap 6 bulan 2 Raloksifen Preparat antiestrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudaragolongan ini disebut selective estrgen receptor modulators (SERM) Dosis yang direkomendasikan 60 mg/hari 3 Bifosfonat Bifosfonat dapat mengurangi resopso tulang oleh osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal dibwaha osteoklas Beberapa preparatnya antara lain : etidronat, klodronat, pamidronat, alendronate, risedronat dan asam zoledrona 5 GERIATRI Menua atau menjadi tua merupakan proses yang dialami oleh semua orang dan tidak dapat dihindari Yang dapat diusahakan adalah tetap sehat ada saat menua Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif yang bisa dimulai sejak usia muda atau produktif, namun bersifat subklinis11,13 Faktor-faktor yang mempengaruhi selera makan lansia antara lain sebagai berikut : 1 Kehilangan gizi Usia tua merusak gigi dan gusi sehingga menimbulkan kurang nyaman atau muncul rasa sakit saat mengunya makanan 1 Kehilangan indera perasa dan penciuman Hilangnya indera perasa dan penciuman akan menurunkan nafsu makan Selain itu, sensitivitas rasa manis dan asin berkurang 1 Berkurangnya cairan saluran cerna (pepsin) dan enzim-enzim pencernaan proteolitik 1 Berkurangnya sekresi saliva menimbulkan dalam menelan 1 Penurunan motilitas usus akan mmeperpanjang waktu transit di saluran gastrointestinal sehingga menimbulkan pembesaran perut dan konstipasi 51 Status Gizi Lansia Status gizi lansia sangat dipengaruhi oleh proses menua Proses menua sangat individual karena dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal Beberapa indikator keadaan gizi kurang (buruk) pada lansia adalah : 1 Penurunan berat badan secara berkelanjutan 1 Rasio berat badan terhadap tinggi badan yang rendah atau tinggi secara bermkna 1 Penurunan serum protein yang berwarna 1 Asupan gizi dan energi dibawah AKG 1 Penurunan bermakna lingkar lengan atas 1 Penurunan bermakna tebal lipatan 1 Munculnya gangguan kesehatan yang berhubungan dengan gizi seperti osteoporosis, defisiensi folat, dan vitamin B12 Menurut Gibson, tinggi lutut memiliki korelasi yang erat dengan tinggi badan, sehingga tinggi badan lansia dapat dirumusakan dari data tinggi lutut sebagai berikut :13 TB wanita = 84,88 – (0,24 – usia lansia dalam tahun) + (1,83 – tinggi lutut dalam cm ) TB pria = 64,19 – (0,04 – usia lansia dalam tahun) + (2,02 – tinggi lutut dalam cm ) Tinggi lutut kemudian dikonversikan kedalam monogram untuk memprediksi tinggi badan lansia Selanjutnya data tinggi lutut yang telah dikonversikan kemudian dimasukkan dalam rumus IMT yaitu ; IMT = berat badan (kg) Tinggi badan (m)2 Penglompokan IMT untuk klasifikasi status gizi lansia berdasakan standar WHO (WHO,1999) adalah sebagai berikut :13 IMT Status Gizi < 20 kg/m2 20-25 kg/m2 25-30 kg/m2 >30 kg/m2 Gizi kurang (underweight) Normal Gizi lebih (overweight) Obesitas Penilaian status gizi lansia menurut Departemen Kesehatan RI (Depkes RI,2005) ditampilkan pada tabel berikut : 13 IMT Status Gizi < 18,5 kg/m2 18,5-25 kg/m2 > 25 kg/m2 Gizi kurang (underweight) Normal Gizi lebih (overweight) 52 Sindrom Geriatri Penampilan suatu penyakit lanjut usia sering berbeda pada usia muda Beberapa problema klinik dari penyakit pada lanjut suai yang sering dijumpai, sehingga disebut sebagai geriatric giants adalah :11,13 1 Sindrom serebral 1 Konfusio 1 Gangguan otonom Pusat pengendali saraf otonom adalah hipothalamus Dengan meningkatnya usia, terdapat beberapa perubahan pada neurotransmisi pada ganggion otonom yaitu berupa pembentukkan asetilkolin yang disebabkan akibat penurunan asetil kolinesterase Keadaan ini akan cenderung menurunkan fungsi otonom ( Brocklehurst and ALLEN, 1987) selain itu juga dapat terjadi akibat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor asetil kolin 1 Inkontinensia 1 Jatuh Merupakan kejadian yang tidak disadari oleh seseorang yang terduduk di lantai atau di tanah atau tempat yang lebih rendah tanpa disebabkan oleh hilangnya kesadaran , stroke atau kekuatan yang berlebih (King, 2004) Penyebab jatuh pada lansia antara lain : kecelakaan, nyeri kepala atau vertigo, hipotensi orthosatic, obat-obatan ( diuiretik, antidepresan trisiktik, sedativa, antipsikosis, OHO, alkohol), Penyakit kardivaskuler (aritmia, stenosis aorta, sinkope sinus caroticus), Neurologi ( TIA, Stroke, serangan kejang, Parkinson) 1 Kelainan tulang dan patah tulang 1 Dekubitus 53 Depresi Pada Lansia 3 Gejala utama depresi (minimal 2) menurut PPDGJ-III (ICD 10): 1 Suasana perasaan mood yang depresif (murung,sedih) 1 Kehilangan minat dan kegembiraan Pasien tidak lagi berminat terhadap hal-hal yang dahulunya digemari dan lebih parahnya lagi tidak dapat leagi merasakan kegembiraan 1 Berkurangnya energi atau mudah lelah Gejala lainnya yang lazim : 1 Konsentrasi dan perhatian berkurang 1 Harga diri dan percaya diri berkurang 1 Gagasan perasaan bersalah dan tidak berguna 1 Pandangan masa depan yang suram dan pesimis 1 Gagasan perbuatan yang membahayakan diri 1 Tidur terganggu 1 Nafsu makan berkurang Untuk mencapai kriteria suatu gangguan depresi harus didpatkan minimal 2 gejala utama dan 2 gejala tambahan yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu Apabila gejalanya berat tidak perlu sampai 2 minggu Pada lansia mungkin akan mengeluh tentang perubahan tidur, berkurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, apatis, kehilangan tenaga atau penarikan diri dari pergaulan Gejala depresi apada lansia akan meningkatkan risiko untuk mengalami penurunan kondisi fisik yang lebih jauh ( Pennix et al1998)







Recommended
BAB II

BAB II

Graeme Josey

304 views

BAB III

BAB III

269 views

BAB I

BAB I

324 views

BAB_II

BAB_II

254 views

ITAI ITAI

ITAI ITAI

318 views

SI BENGKEL BAB III

SI BENGKEL BAB III

Lorri Arky

314 views

PERBAIKAN NILAI

PERBAIKAN NILAI

363 views

BANCURI

BANCURI

237 views

BAB I ASKEP NY U

BAB I ASKEP NY U

Katrine Dunstan

277 views

BDI

BDI

296 views

OBRAS HIDRAULICAS

OBRAS HIDRAULICAS

374 views

CARTEA - edII

CARTEA - edII

348 views